Perjalanan Hidup Bapak Faturohman, Ph.D.: Dari Indramayu hingga Malaysia
Pendidikan tidak akan terhenti hanya karena kemiskinan. Banyak
orang kaya dan mampu tapi tidak mau mengejar pendidikan. Orang miskin dan tak
mampu mesti merebut pendidikan dengan berbagai kisah agar menjadi mampu
Indramayu, 9 Agustus 2024. Faturohman, Ph.D., adalah sosok yang memancarkan
inspirasi melalui perjalanan hidupnya yang penuh liku dan perjuangan. Lahir dan
besar di Indonesia, tepatnya di Blok Mangir Desa Sliyeg Kec. Sliyeg Kabupaten Indramayu seorang anak
petani yang miskin, beliau tumbuh dalam lingkungan yang sederhana.
Namun, kesederhanaan tidak pernah membatasi mimpinya untuk meraih pendidikan
tinggi, bahkan hingga ke negeri seberang. Kisah hidupnya adalah cermin dari
kerja keras, ketekunan, dan keyakinan yang tak pernah padam dalam menghadapi
segala tantangan.
Masa Muda dan Pendidikan Awal
Sejak masa muda, Faturohman telah menunjukkan kecintaan yang
besar terhadap ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang agama. Ia memulai
pendidikan tingginya di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, memilih jurusan Peradilan Agama. Di kampus ini, ia mengasah
pengetahuan tentang hukum Islam dan memperoleh landasan yang kuat dalam bidang
yang kelak menjadi salah satu pilar dalam perjalanan akademiknya.
Selama masa kuliah di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta,
Faturohman dikenal sebagai mahasiswa yang berdedikasi. Ia tidak hanya fokus
pada akademis tetapi juga aktif dalam berbagai kegiatan kampus, menunjukkan
ketertarikannya yang mendalam pada bagaimana hukum Islam diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Keinginannya untuk terus belajar dan menggali ilmu tidak
pernah surut, bahkan setelah menyelesaikan pendidikan S-1.
Langkah Pertama ke Malaysia: Meraih Gelar S-2
Perjalanan akademik Faturohman berlanjut dengan cerita yang
menarik dan penuh tantangan. Pada tahun 2003, datanglah sebuah kesempatan yang
tak terduga. Seorang saudara datang dengan membawa formulir pendaftaran untuk
melanjutkan studi S-2 di Universitas Malaya, Malaysia, jurusan Ekonomi Syariah.
Meski tanpa banyak persiapan, Faturohman dengan keyakinan mengisi formulir
tersebut. Tak disangka, ia diterima untuk melanjutkan studinya di salah satu
universitas ternama di Malaysia.
Keberangkatan ke Malaysia menjadi titik balik dalam
kehidupan Faturohman. Namun, perjalanan ini bukanlah tanpa rintangan.
Keterbatasan biaya menjadi tantangan utama yang harus dihadapinya. Biaya hidup
dan kuliah di negeri orang tidaklah murah, dan Faturohman harus memutar otak
untuk bisa bertahan hidup sekaligus melanjutkan pendidikannya.
Bertahan di Tengah Keterbatasan: Kerja Keras Tanpa Batas
Tiba di Malaysia, Faturohman harus menghadapi kenyataan
bahwa hidup di negeri orang tidaklah mudah. Untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari dan biaya kuliah, ia melakukan berbagai pekerjaan. Mulai dari
bekerja sebagai operator pom bensin, pelayan toko sayuran di pasar, hingga
menyebarkan brosur. Namun, semua pekerjaan ini tidak menghentikan semangatnya
untuk terus belajar.
Di tengah kesibukan bekerja, Faturohman menemukan cara lain untuk memperoleh penghasilan yang lebih stabil dan dekat dengan bidang yang ia cintai. Ia mulai menawarkan jasa sebagai guru ngaji privat. Tidak mudah baginya untuk mendapatkan murid, namun dengan ketekunan dan kemampuan mengajarnya yang baik, perlahan ia mulai dikenal. Hingga akhirnya, ia memiliki sepuluh tempat mengajar privat di sekitar Kuala Lumpur. Meski pekerjaan ini sangat menguras tenaga, namun ia melakukannya dengan penuh keikhlasan dan semangat, karena ia tahu bahwa ini adalah salah satu cara untuk meraih mimpinya.
Kembali ke Indonesia: Perjuangan yang Belum Usai
Setelah menyelesaikan studi S-2-nya, Faturohman memutuskan
untuk melanjutkan ke jenjang S-3, masih di Universitas Malaya dengan jurusan
yang sama, Ekonomi Syariah. Namun, perjuangan untuk menyelesaikan studi S-3 ini
tidaklah mudah. Pada tahun 2011, ia terpaksa kembali ke Indonesia meski
studinya belum selesai. Banyak hal yang menjadi pertimbangan dalam keputusannya
ini, termasuk keterbatasan finansial dan kebutuhan untuk lebih dekat dengan
keluarga.
Di Indonesia, Faturohman tidak menyerah. Ia terus berusaha
menyelesaikan disertasinya dari jarak jauh, sembari menjalani kehidupannya di
desa. Tidak mudah bagi seorang mahasiswa S-3 untuk terus termotivasi ketika
jauh dari lingkungan akademik yang mendukung, namun Faturohman mampu melewati
masa-masa sulit ini dengan baik.
Akhirnya, pada tahun 2013, setelah melalui berbagai ujian
dan tantangan, Faturohman berhasil menyelesaikan studi S-3-nya. Disertasi yang
ia tulis berjudul "Musyarakah: Teori dan Amalan di Bank Muamalah Berhad
Malaysia dan Bank Muamalat Indonesia". Karya ini tidak hanya menunjukkan
kedalaman pemahamannya tentang ekonomi syariah, tetapi juga merupakan hasil
dari perjalanan panjang yang penuh dedikasi. Pada tahun 2014, ia diwisuda dan
resmi menyandang gelar Ph.D.
Setelah Wisuda: Kembali ke Tanah Air
Setelah menyelesaikan pendidikan tertingginya, Faturohman
kembali ke tanah kelahirannya, Desa Karang Anyar Pamuragan, Kabupaten
Indramayu. Di sini, ia tidak hanya kembali ke lingkungan yang membesarkannya,
tetapi juga membawa pulang ilmu dan pengalaman yang sangat berharga. Kini,
dengan gelar Ph.D. di tangannya, Faturohman telah menjadi inspirasi bagi banyak
orang di sekitarnya.
Sebagai seorang akademisi dan praktisi, Faturohman terus
berbagi ilmu dan pengalamannya. Ia terlibat dalam berbagai kegiatan pengajaran
dan pengembangan masyarakat di desanya. Tidak hanya itu, ia juga terus
mendalami kajian ekonomi syariah dan berkontribusi dalam diskusi dan penelitian
yang berkaitan dengan bidang ini.
Kisah hidup Bapa Faturohman, Ph.D., adalah bukti bahwa
dengan tekad yang kuat, kerja keras, dan doa, segala hal yang tampak mustahil
bisa diraih. Perjalanan hidupnya mengajarkan kita tentang pentingnya tidak
menyerah dalam menghadapi tantangan, selalu mencari peluang di tengah
kesulitan, dan yang terpenting, tetap setia pada tujuan hidup kita. Faturohman
telah membuktikan bahwa latar belakang yang sederhana bukanlah halangan untuk
meraih impian besar. Dengan semangat juang yang tinggi, ia telah menorehkan prestasi
yang tidak hanya membanggakan dirinya sendiri, tetapi juga keluarganya,
masyarakat sekitarnya, dan bahkan bangsa Indonesia.
Posting Komentar